Header Ads Widget

Air Sumur Pesanggrahan Parangjoro Tidak Asin

Tanggul Bengawan Solo membujur tepi barat desa. Wanita tua itu melintas menuruni tanggul menuju ke sebuah pabrik tahu. Sangat tradisional sekali pabrik tersebut. Beban kayu bakar  erat menempel di punggungnya sebelah kiri. Beban yang tak seberapa karena sudah terbiasa menjalani beban hidup. Kemungkinan malah sudah bisa mentertawakan beban-beban itu, karena usianya yang lintas jaman. Pindahnya Kantor Desa Parangjoro dari wilayah Menakan ke Singkil pun sudah disaksikannya. Parangjoro hanyalah desa kecil di Sukoharjo. Pabrik tahu itu saksi sejarah bangkitnya UMKM lokal sejak tahun tujuh puluhan. Sayangnya di balik cerita pabrik tahu terdapat sejarah Pesanggrahan yang begitu luar biasa tenar di masanya. Sekarang tergulung modernnya jaman. Menyisakan bongkahan gapura Pesanggrahannya saja yang diselimuti ilalang liar. Bongkahan itu dulunya menjadi kemegahan. Pintu besar megah berdiri laksana gapuranya alun-alun kidul Kraton Solo. Gerbang pintu masuk itu bakal dilewati Raja Surakarta Pakubowono IX setelah punggawa perahu Rajamala menurunkannya tepat di tepi sungai.

Aku melintas di samping wanita tua itu. “Monggo nak, dari mana mau kemana?”. Tanyanya.

“Mau ke Mbah Bejo nyusul Ayah. Saya putranya Pak Tris, Mbah”. Jawabku singkat, sambil kutuntun sepeda.  

“Oalah, Iya nak, tadi Mbah juga melihat ayahmu”. Jarinya menunjuk tanggul.

“Mbah, pabrik ini sudah lama ada nggih”. Dan cerita Pesanggrahan Parangjoro ini Mbah paham tidak”. Tanyaku penasaran.

“Pabrik tahu ini wis suwe nak. Cilikan kula pabrik pun enten”. Pabrik sudah lama ada. Saat kecilpun sudah ada, demikian maksud perkataannya. Kalau Pesanggrahan itu dulu ada sumurnya nak. Kalau tidak salah ada lima sumur. Kiblat papat pancer lima. Jadi sumur ada di empat penjuru pesanggrahan. Satunya di tengah atau di luar bangunan inti pesanggrahan, mbah tidak ingat lagi. Itu Salah satu sumurnya masih ada”. Wanita tua itu menunjuk sumur yang berdiri tepat di samping timur pabrik tahu. “Sumur itu sama sekali tidak asin. Njenengan tahu kan nak, bahwa di wilayah Parangjoro itu air tanah atau air sumurnya asin semua dan menguning saat didiamkan. Nah sumur di Pesanggrahan ini seger tidak asin”. Untaian keterangan wanita itu bak guide tour yang fasih mempresentasikan narasi maupun sejarah. Mungkin karena beliau sendiri telah menyaksikan detail peristiwa demi peristiwa yang ada di wilayah tersebut. 





Post a Comment

0 Comments